arti kata dan makna nasrani menurut Al-Qur'an
Ungkapan Al-Qur’an tentang nama Nasrani adalah ‘nashraanii’ dan ‘nashaaraa’, baik dalam bentuk tunggal maupun jamak, kata ini tidak menjadi bagian dari Bahasa Arab pada saat Al-Qur’an diwahyukan. Dengan kata lain, dalam Bahasa Arab, istilah-istilah ini hanya dipakai untuk menyebut orang-orang Kristen dan tidak memiliki makna lain. Fakta ini juga tercermin secara unik, yaitu bentuk tunggal dan bentuk jamak kata ini saling terkait satu sama lain. Karena itu, kata ‘nashraanii’ dan ‘nashaaraa’ yang digunakan bangsa Arab ketika Al-Qur’an diwahyukan tentu kata-kata non-Arab yang lebih tua, atau berkembang darinya. Jika nama ‘nashraanii/nashaaraa’ digunakan dalam Al-Qur’an untuk menyebut orang-orang Kristen tanpa disertai penjelasan, akan sulit bagi kita untuk melacak asal-usul maknanya. Untungnya ada dua bagian yang masing-masing terdiri dari dua ayat, yang jika digabungkan membuat makna kata ‘nashraanii/nashaaraa’ menjadi sangat jelas.
Kata ‘nashaaraa’ disebutkan beberapa kali dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Dua diantaranya merujuk kepada pengikut Isa dengan ungkapan ‘orang-orang yang mengatakan :”Sesungguhnya kami ini orang-orang Nashaaraa”..
[5:14] Dan diantara orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya kami ini orang-orang Nasrani", ada yang telah kami ambil perjanjian mereka, tetapi mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diberi peringatan dengannya; maka Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat. Dan kelak Allah akan memberitakan kepada mereka apa yang mereka kerjakan.
[5:82] Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya kami ini orang Nasrani". Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.
Pendefinisian orang-orang Kristen dalam konteks ‘ pernyataan mereka sebagai Nazarene’ sebenarnya berasal dari peristiwa penting yang melibatkan Isa dan murid-muridnya dan dikisahkan Al-Qur’an dalam ayat-ayat berikut :
falammaa ahassa 'iisaa minhumu alkufra qaala man ANSHAARI ilaa allaahi qaala alhawaariyyuuna nahnu ANSHAARU allaahi aamannaa biallaahi waisyhad bi-annaa muslimuuna
[3:52] Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani lsrail) berkatalah dia: "Siapakah yang akan menjadi PENOLONG-PENOLONGKU untuk (menegakkan agama) Allah?" Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: "Kamilah PENOLONG-PENOLONG (agama) Allah, kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri.
yaa ayyuhaa alladziina aamanuu kuunuu ANSHAARA allaahi kamaa qaala 'iisaa ibnu maryama lilhawaariyyiina man ANSHAARII ilaa allaahi qaala alhawaariyyuuna nahnu ANSHAARU allaahi faaamanat thaa-ifatun min banii israa-iila wakafarat thaa-ifatun fa-ayyadnaa alladziina aamanuu 'alaa 'aduwwihim fa-ashbahuu zhaahiriina
[61:14] Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu PENOLONG (agama) Allah sebagaimana 'Isa ibnu Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: "Siapakah yang akan menjadi PENOLONG-PENOLONGKU (untuk menegakkan agama) Allah?" Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: "Kamilah PENOLONG-PENOLONG agama Allah", lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan lain kafir; maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang.
Jelaslah bahwa padanan ‘nashaaraa’ dalam bahasa Al-Qur’an adalah ‘anshaar’. Kata kerja ‘anshaar’ adalah ‘nashara’ yang berarti ‘mendukung, membantu, menolong, mendampingi..’dan sebagainya. Jadi, ‘anshaar’ berarti ‘para pendukung’. Dua ayat diatas menunjukkan konteks religius dan makna khusus kata ‘anshaar’ ketika dugunakan untuk menyebut orang-orang Kristen. Istilah ‘anshaar’ ditemukan dalam konteks penyebutan orang-orang Kristen sebagai ‘anshaar Isa dijalan Allah’ yang pada dasarnya berarti ‘para pendukung Allah’ yang kepada-Nya Isa menyeru manusia.
Pengunaan serupa atas kata kerja ‘nashara’ ditemukan dalam sejumlah ayat Al-Qur’an ketika merujuk kepada orang-orang yang beriman kepada nabi Muhammad SAW. Contohnya dapat kita lihat dalam dua ayat berikut. Contoh pertama mengatakan bahwa dengan berhijrah mengikuti nabi Muhammad SAW, yang juga menghindari penindasan, orang-orang Mukmin ‘menolong Allah dan Rasul-Nya’. Disini, pertolongan yang diberikan kepada nabi, juga dipandang sebagai pertolongan kepada Allah, yang berarti pertolongan di jalan Allah. Aya kedua mendorong kaum Mukmin ‘menolong Allah’, sehingga Allah menolong mereka :
lilfuqaraa-i almuhaajiriina alladziina ukhrijuu min diyaarihim wa-amwaalihim yabtaghuuna fadhlan mina allaahi waridhwaanan WAYANSHURUUNA allaaha warasuulahu ulaa-ika humu alshshaadiquuna
[59:8] (Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka MENOLONG Allah dan RasulNya. Mereka itulah orang-orang yang benar.
yaa ayyuhaa alladziina aamanuu in TANSHURUU allaaha yanshurkum wayutsabbit aqdaamakum
[47:7] Hai orang-orang mu'min, jika kamu MENOLONG (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.
Karena itu, jelaslah bahwa ‘nashara’ berasal dari sebuah kata, kemungkinan Aramaik, yang dalam Bahasa Arab berarti ‘anshar’. Kata ini dgunakan berdampingan dengan nama Allah dalam ungkapan yang memiliki makna ‘para penolong Allah’. Pada saat Al-Qur’an diwahyukan, penduduk jazirah Arab yang berbahasa Arab menggunakan kata ‘nashraanii/ nashaaraa’ untuk menyebut orang-orang Kristen. Namun mereka sama sekali tidak menyadari apa sesungguhnya maknanya, karena disamping kata-kata ini tidak berasal dari Bahasa Arab pada saat itu, latar belakang historisnya juga tidak diketahui. Al-Qur’an memberitahukan kepada bangsa Arab rahasia yang tidak diketahui baik oleh mereka maupun nenek moyang mereka. Namun, rahasia itu bukan hanya tidak diketahui bangsa Arab, tapi juga oleh orang Kristen dan Yahudi yang telah kehilangan kontak dengan Injil, kitab suci yang didalamnya Allah menyebut orang-orang Kristen dengan’nazarene’ atau ‘para pendukung (Allah)’. Tidak ada bukti yang lebih baik tentang ketidak-tahuan ini selain fakta bahwa penulis Injil Matius sendiri memberikan etimologi yang salah tentang kata ‘nazarene’. Para penulis Injil lainnya secara implisit menerima bahwa kata ‘nazarene’ adalah kata jadian dari ‘Nazaret’. Orang-orang Kristen secara umum juga menerima klaim Perjanjian Baru bahwa ‘nazarene’ adalah gelar Isa Almasih.
Ketidak-tahuan yang tersebar luas lainnya telah ditunjukkan dalam bagian pernyataan Al-Qur’an terhadap Bibel, yaitu mengenai makna utuh kata ‘Gospel’, Injil itu sendiri. Kata Inggeris yang berarti ‘berita gembira’ ini merupakan terjemahan dari nama asli kitab suci Isa, yang muncul dalam Al-Qur’an dengan nama Injil. Kitab suci ini mendapat nama tersebut karena membawa ‘beita gembira’ tentang diutusnya nabi Muhammad SAW.
Dalam peristiwa yang digambarkan didalam QS 3:52 dan QS 61:14, Isa mengingatkan murid-muridnya akan nama/deskripsi yan diberikan Allah, kepada para pengikutnya dalam Injil. Karena itu, ketika menanyakan kepada mereka siapakah yang akan menjadi ‘anshar’ – penolongnya di jalan Allah, murid-murid itu menjawab kepada Isa bahwa merekalah ‘anshar’ Allah. Seperti halnya nama ‘yahuudii/yahuud’, nama ‘nashraanii/nashaaaraa’ juga diberikan oleh Allah.
Perlu dicatat bahwa Allah menggambarkan semua pengikut Isa, bukan hanya yang sejaman dengan Isa, sebagai ‘orang-orang yang telah berkata, “Kami adalah nashara” (QS 5 : 14 dan 82). Ini sebenarnya merupakan pengingat tentang peristiwa yang menjadi asal-mula penyebutan itu, yang tercantum dalam QS 3:52 dan QS 61:14. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap orang yang menyatakan dirinya sebagai ‘nazarene’ juga secara simbolis bersumpah sebagaimana murid-murid menyatakan diri dihadapan Isa sebagai ‘anshar’ Allah.
Harus dicatat disini bahwa sebagian penulis merasa perlu mengajukan makna religius dari kata ‘nazarene’ dan tidak (hanya) mengkaitkannya dengan Nazaret. Moore telah mengutip sejumlah etimologi semacam ini. Misalnya dia mengutip tafsir lama atas Matius 2:23 yang menyatakan bahwa “Yesus disebut Nazareus bukan hanya karena dia berasal dari Nazaret, melainkan karena dia adalah Sang Penyelamat, Abdi, dari kata ‘nasar’ – pengabdian (Moore 1920: 430).
Sekarang, bagaimana kita menjelaskan etomologi yang keliru dari kata ‘nazarene’ yang ditunjukkan dalam Injil Matius..?? Ini tentu bertalian dengan kesalahan konsepsi tentang ‘Nazarene’ sebagai gelar Isa. Penulis Injil tersebut, seperti para penulis Injil lain dalam Perjanjian Baru, menulis kitab tersebut beberapa dekade setelah masa Isa. Akan tetapi pada saat itu, banyak detail dari agama Isa telah hilang karena Injil tidak lagi dapat di akses oleh orang umum. Latar belakang historis nama para pengikut Isa, ‘nazarene’, merupakan sepenggal informasi yang telah lenyap dari pengetahuan kebanyakan orang, termasuk penulis Injil Matius. Namun Matius menganggap bahwa kesamaan antara istilah ‘nazarene’ dan nama kota Nazaret pastilah bukan suatu kebetulan, jadi dia menduga bahwa ‘nazarene’ pasti berasal dari Nazaret, nama kota yang diduga pernah menjadi tempat Isa bermukim.
Fakta bahwa ‘nazarene’ bukan berasal dari kata Nazaret dan bahwa kesamaan antara ‘nazarene’ dan Nazaret bukan sekedar kebetulan, sebagaimana disadari para penyusun Injil, mendorong kita pada kesimpulan bahwa sebenarnya kota Nazaret-lah yang memperoleh namanya dari kata ‘nazarene’ dan bukan sebaliknya seperti ditunjukkan dalam Perjanjian Baru. Jika kota kecil itu bukanlah suatu tempat yang penting, sebagaimana diakui oleh para sarjana, maka bisa dipahami mengapa kota itu memperoleh nama ‘Nazaret’, yaitu ‘kota orang-orangh nazarene’. Ini berarti kota tersebut mungkin disebutkan dalam sumber-sumber terdahulu dengan nama lamanya. Tidak ada bukti yang mendukung pendapat sejumlah peneliti bahwa tidak-adanya penyebutan nama Nazaret dalam tulisan-tulisan kuno, menunjukkan bahwa kota ini baru didirikan belakangan.
Sumber :
Sejarah bangsa Israel dalam Bibel dab Al-Qur'an
Sebuah Penelitian Islamic Archaeology
Dr. Louay Fatoohi & Prof Shetha Al-Dargazelli
COMMENTS