HomeIslam MenjawabIsadanAlquran.com

Tanggapan Untuk Isadanalqurandotcom Pantaskah Syariah Islam Diterapkan Di Semua Masyarakat?

Staff Isa dan Islam memang tidak pernah berhenti untuk menyerang Islam. Kali ini Staff Isadan Islam menyerang syariah Islam yang menurutny...

Menjawab Staff IDI Al-Quran Atau Alkitab, Sumber Sahih Tentang Isa Al-Masih?
Allah, "Pemelihara" Menyediakan Jalan Keselamatan Tanggapan Untuk Staff IsadanAlquran
Sikap Al-Quran Terhadap Allah Tri-tunggal
Staff Isa dan Islam memang tidak pernah berhenti untuk menyerang Islam. Kali ini Staff Isadan Islam menyerang syariah Islam yang menurutnya tidak pantas untuk diterapkan bagi seluruh masyarakat dunia.

Staff Isa dan Islam menulis:

Pantaskah Syariah Islam Diterapkan Di Semua Masyarakat?

 “Demokrasi runtuh, Syariah kembali!” Sekelompok wanita berpakaian burqa membawa papan-papan bertuliskan slogan ini di Inggris. Menurut umat Mukmin, hukum syariah berasal dari Allah. Namun, apakah syariah adalah yang terbaik untuk seluruh masyarakat di dunia? Apakah syariah pantas diterapkan di seluruh masyarakat? 

Empat Praktik Syariah Merendahkan Kemanusiaan

Dari apa yang kami pelajari, setidaknya ada empat praktik syariah, yang kelihatan merendahkan kemanusiaan.
1. Membunuh, menyalibkan, dan memotong tangan serta kaki. Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka . . .” (Qs 5:33).
2. Merajam dengan Batu. Orang-orang yang kedapatan berzinah akan mendapatkan rajaman batu. Dan ketika ia telah memberi perintah atas wanita itu dan wanita itu dikubur hingga ke dadanya, ia memerintahkan orang-orang untuk melempari wanita itu dengan batu . . .” (Muslim No. 4206). 
3. Membalas secara Fisik.  “Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya . . .” (Qs 5:45).
4. Membunuh Orang Murtad. "Barangsiapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah dia" (Shahih al-Bukhari 9/15 No. 6922).
Mungkin Anda berpendapat, praktik-praktik tersebut dapat mengurangi kejahatan. Tetapi, menurut ajaran Isa Al-Masih, praktik-praktik tersebut adalah kejahatan. Oleh sebab itu, bukankah sebaiknya syariah Islam tidak diterapkan di seluruh lapisan masyarakat?

Prikemanusian dan Perintah Utama Allah

Isa Al-Masih berkata, perintah utama Allah adalah, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Injil, Rasul Besar Matius 22:39).
Isa Al-Masih juga mengatakan, “Jikalau seorang berkata, "Aku mengasihi Allah" padahal ia membenci saudaranya, orang itu bohong. Karena jikalau ia tidak mengasihi saudaranya yang dapat dilihat, maka tidak bisa ia mengasihi Allah yang belum pernah dilihatnya” (Injil, Surat 1 Yohanes 4:20 – KIS).
Ketika Anda berkata bahwa Anda mengasihi Allah, maka pada saat yang sama Anda seharusnya juga mengasihi sesama. Kasih merupakan sifat terpenting untuk ditanamkan dalam masyarakat yang menjunjung-tinggi Allah. Membunuh serta merajam seseorang bukan cerminan kasih Allah, bukan? Sehingga, menurut kami syariah bukan hukum yang baik untuk mengatur masyarakat.

Hukum Kasih Menyelamatkan Manusia, Bukan Hukum Syariah

Kita telah melakukan perbuatan-perbuatan yang melawan perintah Allah. Oleh karena itu, kita layak  dihukum mati! Tetapi, Allah menyelamatkan kita dari hukuman tersebut. Allah mengutus Isa untuk menyelamatkan kita. “Karena upah dosa adalah maut, tetapi karunia Allah adalah hidup yang kekal dalam Isa Al Masih, Junjungan kita Yang Ilahi” (Injil, Surat Roma 6:23). Maukah Anda mempelajari hukum kasih ini lebih dalam?

Kita semua bisa membaca di atas bahwa ungkapan mereka menyatakan bahwa syariah Islam tidak pantas untuk diterapkan untuk seluruh masyarakat di dunia didasari padangan subjektif mereka sendiri. Penilaian mereka sama sekali tidak memiliki dasar atau argumen yang memadai. Apalagi didasari penelitian, atau fakta yang kongkrit.

Justru saya semakin bertanya-tanya data apa yang bisa ditunjukuna staff IDI bila syariat Islam tidak pantas untuk diterapkan bagi masyarakat Dunia?

Penilaian secara sepihak yang tanpa pembuktian atau data sama saja dengan asumsi kosong.
Justru sejauh ini, Hukum Islam adalah hukum yang paling terbaik, syariah yang sangat terbaik yang penrah ada dibumi. Ketika diterapkan dengan benar kepada masyarakat, maka hasilnya akan menjaga dan memelihara masyarakat itu sendiri.

Beberapa negara di dunia tentunya negara Islam sudah menerapkan syariah Islam, walaupun tidak secara keseluruhan diterapkan, Hasilnya bisa dilihat. Saat ini negara Islam yang menerapkan syariah Islam walaupun tidak secara keseluruhan adalah Negara Saudi. Hasilnya bisa dilihat secara langsung, seperti apa masyarakat Saudi dari segi kemanusiaannya, keamanan, kedamaian, akhlak, adab dan lain sebagainya.

Mari kita bahas satu persatu.

Dari apa yang kami pelajari, setidaknya ada empat praktik syariah, yang kelihatan merendahkan kemanusiaan.

Staff IDIsepertinya tidak bisa membedakan mana yang merendahkan kemanusiaan, mana yang meletakan derajat kemanusiaan menjadi lebih tinggi. hukum Islam itu tidak ada satupun yang merendahkan sisi kemanusiaan, atau derajat kemanusiaan, tetapi justru meninggikan derajat kemanusiaan. saya tidak tahu apakah Staff IDI terlalu bodoh sehingga tidak paham, atau akalnya memang sudah terlalu tidak waras?

1. Membunuh, menyalibkan, dan memotong tangan serta kaki. Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka . . .” (Qs 5:33). 
Justru hukuman ini adalah hukuman yang paling baik serta meninggikan derajat kemanusiaan. Sebab dengan adanya hukum ini, maka manusia akan diatur di tuntut untuk senantiasa memelihara perbuatan mereka dari perbuatan yang merusak bagi kemanusiaan dan  kehidupan di dunia. Kita bisa melihat beberapa manusia dimuka bumi yang perbuatan mereka sangat merusak di muka bumi, menciptakan perang, pembunuhan secara global, perang dengan skala besar, kita lihat perang dunia ke 1, ke 2 yang telah menewaskan berjuta-juta manusia yang dalangnya hanya segelintir orang. Dalam hal seperti ini maka hukum keras, tegas, dan mengerikan seperti ini menjadi pelajaran berharga bagi semua manusia, bagi generasi selanjutnya agar tidak terjadi lagi tidak muncul lagi manusia-manusia yang berbuat kerusakan di muka bumi. Yang secara otomatis derajat kemanusiaan akan terjaga dan meningkat. Karena darah mereka terlindungi dengan sendirinya. Bahkan hukuman di atas berlaku bagi perampokan dan sejenisnya.
 Kita bisa membayangkan serta bisa melihat praktek hukum tersebut di SAUDI. Hasilnya memang tidak ada perampokan. Kalau pun ada terjadi bisa dibilang satu tahun sekali. Sangat jarang. Kita bisa membayangkan dengan hukum yang ada di Indonesia dan negara lainnya di dunia. betapa perampokan, kejahatan kemanusiaan terjadi dengan bebasnya, di Indonesia saja perampokan terjadi hampir tiap hari. Betapa rendahnya kemanusiaan saat harta mereka direngut tak berdaya, nyawa mereka direngut dan hukum tak memberikan balasan yang setimpal sama sekali atas apa yang telah direngut para perampok dan pembuat kerusakan!!

Dengan menghukum Perampok dan pembuat kerusakan dengan hukuman salib dan di bunuh maka itu menunjukan betapa Bernilainya Harta masyarakat secara umum, betapa mahalnya harga sebuah nyawa. sehingga jika ada yang merengutnya dengan paksa, maka balasannya sangat setimpal.

2. Merajam dengan Batu. Orang-orang yang kedapatan berzinah akan mendapatkan rajaman batu. Dan ketika ia telah memberi perintah atas wanita itu dan wanita itu dikubur hingga ke dadanya, ia memerintahkan orang-orang untuk melempari wanita itu dengan batu . . .” (Muslim No. 4206).
3. Membalas secara Fisik.  “Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya . . .” (Qs 5:45).
4. Membunuh Orang Murtad. "Barangsiapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah dia" (Shahih al-Bukhari 9/15 No. 6922).
Mungkin Anda berpendapat, praktik-praktik tersebut dapat mengurangi kejahatan. Tetapi, menurut ajaran Isa Al-Masih, praktik-praktik tersebut adalah kejahatan. Oleh sebab itu, bukankah sebaiknya syariah Islam tidak diterapkan di seluruh lapisan masyarakat?
Banyak yang salah paham kenapa Islam memberikan hukuman yang sangat berat bagi para pezina baik pria maupun wanita yang telah menikah dan berzina dengan hukuman rajam. Begitu Pula Dengan Qishas, dan Hukuman bagi orang yang Murtad.
Islam adalah agama rahmat, yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan materi dan spiritual umat manusia. Hukum-hukum dalam agama Islam didirikan berdasarkan maslahat dan kepentingan-kepentingan umat manusia, yang mana jika aturan-aturan tersebut dijalankan, umat manusia akan mencapai derajat mulia dan kebahagiaan yang sebenarnya. Berkaitan dengan masalah ini, jika ada seseorang yang enggan menyalurkan gairah seksualnya di jalan yang halal lalu memilih untuk menyalurkan gairah tersebut secara haram, misalnya dengan cara berzina, artinya orang itu telah mengabaikan kehormatan dan kemuliaan dirinya beserta orang lain yang ia ajak berzina. Islam sebagai agama pusaka yang sempurna menjatuhkan hukuman khusus bagi mereka dengan syarat-syarat dan kondisi yang khusus pula demi terjaganya kehormatan serta kemuliaan umat manusia.
Hukum rajam, adalah salah satu hukum yang ditetapkan oleh Islam untuk menjaga kehormatan manusia di kehidupan sosial; yang mana hukum tersebut tidak dijalankan begitu saja, ada syarat-syaratnya.
Yang dimaksud hukum Islam telah ditetapkan untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan umat manusia, dapat dijelaskan dengan penjelasan berikut:
1. Islam telah memberikan jalan halal kepada umat manusia untuk menyalurkan gairah seksualnya dengan cara menikah, dan bahkan menyarankan para pemuda untuk cepat-cepat menikah. Allah swt berfirman: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur [24]:32)
Rasulullah saw pernah bersabda: “Menikah adalah sunahku. Barang siapa berpaling dari sunahku, maka ia bukan termasuk dariku.”
2. Islam telah memberikan aturan-aturan dalam pernikahan. Pemerintahan Islami berkewajiban untuk membantu pihak-pihak yang tidak mampu menikah agar dinikahkan dengan uang baitul maal, dan juga memberantas pemandangan-pemandangan sensual di tengah-tengah masyarakat yang mungkin akan membangkitkan hawa nafsu mereka (yang menuntun kepada perkara negatif).
3. Islam tidak pernah mengajarkan agar kita terburu-buru dalam menjatuhkan hukuman. Hukum-hukum berat dijalankan ketika masyarakat terkait sudah tidak mau mempedulikan peraturan sosial, keburukan mereka benar-benar membawa kerusakan, dan mereka melakukan perbuatan asusila sudah seperti hewan yang tak punya malu. Nyatanya syarat dijatuhkannya hukuman rajam adalah ketika ada empat orang saksi yang adil memberikan kesaksian dilakukannya perbuatan zina. Jadi hukum rajam tidak dijatuhkan kepada tersangka begitu saja tanpa memperhatikan kondisi dan syarat-syaratnya. Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa hukum rajam lebih memiliki sisi “mencegah” daripada “menghukum” itu sendiri.
4. “Menghormati darah manusia” adalah masalah yang sangat dijunjung tinggi oleh semua ajaran agama dan aturan sosial umat manusia modern. Islam adalah agama yang lebih mementingkan “darah manusia” lebih dari ajaran lainnya. Allah swt berfirman: “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain” (QS. An-Maidah [5]:32)
Tidak hanya darah Muslimin saja yang terhormat, non Muslim pun memiliki kehormatan tersendiri selama mereka tidak memerangi kita. Islam melarang kita melangkahi hak-hak mereka.
Dari sudut pandang Islam, jangankan membunuh, melukai seorang manusia saja ada hukumannya. Namun pada suatu saat, penghormatan itu akan dicabut total ketika ada seseorang melakukan kejahatan besar seperti pembunuhan misalnya. Dalam Islam ada aturan: Diharamkan menumpahkan darah seorang yang mengakui keesaan Tuhan dan kenabian Rasulullah saw, kecuali: pembunuh, pezina yang sudah menikah  dan orang yang murtad.
Perlu dicamkan bahwa dijatuhkannya hukuman mati kepada seorang pembunuh akan membuahkan kehidupan bagi yang lainnya dalam masyarakat. Menurut ulama, menjatuhkan hukuman mati kepada pezina tak jauh berbeda dengan menjatuhkan hukuman yang sama kepada pembunuh.
Berdasarkan penjelasan di atas, salah satu cara menjaga kehormatan umat manusia dan menjamin kesejahteraan serta kebahagiaannya, adalah menjalankan hukum-hukum Ilahi seperti rajam.
Kondisi Yang Menuntut Dijatuhkannya Hukuman Rajam
Hukum rajam yang merupakan aturan Islam dijatuhkan kepada pelaku zina dalam pelaku kejahatan zina dengan syarat-syarat tertentu sebagai berikut:
Pezina al-Muhshân
Pezina yang pernah menikah (al-Muhshân) dihukum rajam (dilempar dengan batu) sampai mati. Hukuman ini berdasarkan al-Qur`an, hadits mutawatir dan ijma’ kaum muslimin[Tashîlul-Ilmâm Bi Fiqhi Lil Ahâdîts Min Bulûgh al-Marâm, Shalih al-fauzân 5/230]. Ayat yang menjelaskan tentang hukuman rajam dalam al-Qur`an meski telah dihapus lafadznya namun hukumnya masih tetap diberlakukan. Umar bin Khatthab Radhiyallahu 'anh menjelaskan dalam khuthbahnya :

إِنَّ اللهَ أَنْزَلَ عَلَى نَبِيِّهِ الْقُرْآنَ وَكَانَ فِيْمَا أُنْزِلَ عَلَيْهِ آيَةُ الرَّجْمِ فَقَرَأْنَاهَا وَوَعَيْنَاهَا وَعَقَلْنَاهَا وَرَجَمَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَرَجَمْنَا بَعْدَهُ وَ أَخْشَى إِنْ طَالَ بِالنَّاسِ زَمَانٌ أَنْ يَقُوْلُوْا : لاَ نَجِدُ الرَّجْمَ فِيْ كِتَابِ الله فَيَضِلُّوْا بِتَرْكِ فَرِيْضَةٍ أَنْزَلَهَا اللهُ وَ ِإِنَّ الرَّجْمَ حَقٌّ ثَابِتٌ فِيْ كِتَابِ اللهِ عَلَى مَنْ زَنَا إِذَا أَحْصَنَ إِذَا قَامَتِ الْبَيِّنَةُ أَوْ كَانَ الْحَبَل أَوْ الإِعْتِرَاف.

"Sesungguhnya Allah telah menurunkan al-Qur`an kepada NabiNya dan diantara yang diturunkan kepada beliau adalah ayat Rajam. Kami telah membaca, memahami dan mengetahui ayat itu. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melaksanakan hukuman rajam dan kamipun telah melaksanakannya setelah beliau. Aku khawatir apabila zaman telah berlalu lama, akan ada orang-orang yang mengatakan: “Kami tidak mendapatkan hukuman rajam dalam kitab Allah!” sehingga mereka sesat lantaran meninggalkan kewajiban yang Allah Azza wa Jalla telah turunkan. Sungguh (hukuman) rajam adalah benar dan ada dalam kitab Allah untuk orang yang berzina apabila telah pernah menikah (al-Muhshân), bila telah terbukti dengan pesaksian atau kehamilan atau pengakuan sendiri". [HR al-Bukhâri dalam kitab al-Hudûd, Bab al-I’tirâf biz-Zinâ 1829 dan Muslim dalam kitab al-Hudûd no. 1691.]

Ini adalah persaksian khalifah Umar bin al-Khatthâb Radhiyallahu 'anhu diatas mimbar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang dihadiri para sahabat sementara itu tidak ada seorangpun yang mengingkarinya [Syeikh Ibnu Utsaimin dalam Syarhu al-Mumti’ 14/229]. Sedangkan lafadz ayat rajam tersebut diriwayatkan dalam Sunan Ibnu Mâjah berbunyi :

وَالشَّيْخُ وَالشَّيْخَةُ إِذَا زَنَيَا فَارْجُمُوْهُمَا الْبَتَهْ نَكَلاً مِنَ اللهِ وَ اللهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ

"Syaikh lelaki dan perempuan apabila keduanya berzina maka rajamlah keduanya sebagai balasan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Allah maha perkasa lagi maha bijaksana [HR Ibnu Mâjah kitab al-Hudûd Bab ar-Rajmu dan dishahihkan al-Albâni dalam Shahîh Sunan Ibnu Mâjah 2/81 ].

Sedangkan dasar hukuman rajam yang berasal dari sunnah, maka ada riwayat mutawatir dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam baik perkataan maupun perbuatan yang menerangkan bahwa beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam telah merajam pezina yang al-Muhshân (ats-Tsaib al-Zâni)[Tas-hîlul-Ilmâm bi Fiqhi Lil Ahâdîts Min Bulûgh al-Marâm, Syaikh Shâlih al-Fauzân 5/230.]

Ibnu al-Mundzir rahimahullah menyatakan: Para ulama telah berijma’ (sepakat) bahwa orang yang dihukum rajam, terus menerus dilempari batu sampai mati.[al-Mughni 12/310]

Ibnu Qudâmah rahimahullah menyatakan: Kewajiban merajam pezina al-muhshân baik lelaki atau perempuan adalah pendapat seluruh para ulama dari kalangan sahabat, tabi’in dan ulama-ulama setelah mereka diseluruh negeri islam dan kami tidak mengetahui ada khilaf (perbedaan pendapat diantara para ulama) kecuali kaum Khawarij [Al-Mughni 12/309].

Meski demikian, hukuman rajam ini masih saja diingkari oleh orang-orang Khawarij dan sebagian cendikiawan modern padahal mereka tidak memiliki hujjah dan hanya mengikuti hawa nafsu serta nekat menyelisihi dalil-dalil syar’i dan ijma’ kaum muslimin. Wallahul musta’an.

Hukuman rajam khusus diperuntukkan bagi pezina al-muhshân (yang sudah menikah dengan sah-red) karena ia telah menikah dan tahu cara menjaga kehormatannya dari kemaluan yang haram dan dia tidak butuh dengan kemaluan yang diharamkan itu. Juga ia sendiri dapat melindungi dirinya dari ancaman hukuman zina. Dengan demikian, udzurnya (alasan yang sesuai syara’) terbantahkan dari semua sisi . dan dia telah mendapatkan kenikmatan sempurna. Orang yang telah mendapatkan kenikmatan sempuna (lalu masih berbuat kriminal) maka kejahatannya (jinayahnya) lebih keji, sehingga ia berhak mendapatkan tambahan siksaan[al-Mulakhas al-Fiqhi 2/529.].

Syarat al-Muhshân.
Rajam tidak diwajibkan kecuali atas orang yang dihukumi al-Muhshân. Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa seorang dihukumi sebagai al-Muhshaan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Pernah melakukan jima’ (hubungan seksual) langsung di kemaluan. Dengan demikian, orang yang telah melakukan aqad pernikahan namun belum melakukan jima’ , belum dianggap sebagai al-Muhshân.
2. Hubungan seksual (jima’) tersebut dilakukan berdasarkan pernikahan sah atau kepemilikan budak bukan hubungan diluar nikah
3. Pernikahannya tersebut adalah pernikahan yang sah.
4. Pelaku zina adalah orang yang baligh dan berakal.
5. Pelaku zina merdeka bukan budak belian.

Dengan demikian seorang dikatakan al-Muhshân, apabila kriteria diatas sudah terpenuhi.
Pezina Yang Tidak al-Muhshân
Pelaku perbuatan zina yang belum memenuhi kriteria al-muhshân, maka hukumannya adalah dicambuk sebanyak seratus kali. Ini adalah kesepakatan para ulama berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ

"Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah (cambuklah) tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera (cambuk)". [An-Nûr/24:2]

Al-Wazîr rahimahullah menyatakan : “Para ulama sepakat bahwa pasangan yang belum al-muhshân dan merdeka (bukan budak-red), apabila mereka berzina maka keduanya dicambuk (dera), masing-masing seratus kali.

Hukuman mati (dengan dirajam-red) diringankan buat mereka menjadi hukuman cambuk karena ada udzur (alasan syar’i-red) sehingga darahnya masih dijaga. Mereka dibuat jera dengan disakiti seluruh tubuhnya dengan cambukan. Kemudian ditambah dengan diasingkan selama setahun menurut pendapat yang rajah, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :

خُذُوْا عَنِّيْ ، خُذُوْا عَنِّيْ ، قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيْلاً ، الْبِكْرُ بِالْبِكْرِ جِلْدُ مِائَةٍ وَتَغْرِيْبُ عَامٍ .

"Ambillah dariku! ambillah dariku! Sungguh Allah telah menjadikan bagi mereka jalan, yang belum al-muhshaan dikenakan seratus dera dan diasingkan setahun." [HR Muslim].

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan : “Apabila tidak muhshân , maka dicambuk seratus kali, berdasarkan al-Qur`an dan diasingkan setahun dengan dasar sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. [Majmû’ Fatâwâ 28/333 dinukil dari Taisîr al-Fiqhi al-Jâmi’ Li Ikhtiyârât al-Fiqhiyah Lisyaikhil Islâm Ibnu Taimiyah, DR. Ahmad Muwâfi 3/1445.].  
SYARAT PENERAPAN HUKUMAN ZINA.
Dalam penerapan hukuman zina diperlukan syarat-syarat sebagai berikut :
1. Pelakunya adalah seorang mukallaf yaitu sudah baligh dan berakal (tidak gila).
2. Pelakunya berbuat tanpa ada paksaan.
3. Pelakunya mengetahui bahwa zina itu haram, walaupun belum tahu hukumannya.[Syarhu al-Mumti’ 14/207-210]
4. Jima’ (hubungan seksual) terjadi pada kemaluan.
5. Tidak adanya syubhat. Hukuman zina tidak wajib dilakukan apabila masih ada syubhat seperti menzinahi wanita yang ia sangka istrinya atau melakukan hubungan seksual karena pernikahan batil yang dianggap sah atau diperkosa dan sebagainya.
Ibnu al-Mundzir rahimahullah menyatakan : “Semua para ulama yang saya hafal ilmu dari mereka telah berijma’ (bersepakat) bahwa had (hukuman) dihilangkan dengan sebab adanya syubhat.” [al-Mulakhas al-Fiqhiy, 530-531]
6. Zina itu benar-benar terbukti dia lakukan. Pembuktian ini dengan dua perkara yang sudah disepakati para ulama yaitu:

6.1. Pengakuan dari pelaku zina yang mukallaf dengan jelas dan tidak mencabut pengakuannya sampai hukuman tersebut akan dilaksanakan.
6.2. Persaksian empat saksi yang melihat langsung kejadian, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

لَوْلَا جَاءُوا عَلَيْهِ بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ

"Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu." [an-Nûr/24:13]

وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ

"Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang-orang saksi.…." [An-Nûr/24:4]

Persaksian yang diberikan oleh para saksi ini akan diakui keabsahannya, apabila telah terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Mereka bersaksi pada satu majlis
b. Mereka bersaksi untuk satu kejadian perzinahan saja
c. Menceritakan perzinahan itu dengan jelas dan tegas yang dapat menghilangkan kemungkinan lain atau menimbulkan penafsiran lain seperti hanya melakukan hal-hal diluar jima’.
d. Para saksi adalah lelaki yang adil
e. Tidak ada yang menghalangi penglihatan mereka seperti buta atau lainnya.

Apabila syarat-syarat ini tidak sempurna, maka para saksi dihukum dengan hukuman penuduh zina. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

"Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang-orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima keksaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik" [an-Nûr/24:4]

Penetapan terjadinya perbuatan zina dan pemutusan saksi dengan berdasarkan persaksian dan pengakuan si pelaku yang disebutkan diatas, telah disepakati oleh para ulama. Dan para ulama masih berselisih pendapat tentang hamil diluar nikah. Bisakah hal ini dijadikan sebagai dasar untuk menetapkan bahwa telah terjadi perbuatan zina atau orang ini telah melakukan perbuatan zina sehingga berhak mendapatkan sanksi ?

Para ulama berselisih menjadi dua pendapat :
Pertama : Pendapat jumhur yaitu madzhab Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hambaliyah (hanabilah) menyatakan bahwa hukuman pezina tidak ditegakkan atau dilaksanakan kecuali dengan pengakuan dan persaksian saja.

Kedua : Pendapat madzhab Malikiyah menyatakan hukuman pezina dapat ditegakkan dengan indikasi kehamilan.

Yang rajih dari dua pendapat diatas adalah pendapat madzhab Malikiyah sebagaimana dirajihkan syaikhul Islam ibnu Taimiyah rahimahullah. Beliau rahimahulllah menyatakan bahwa seorang wanita dihukum dengan hukuman zina apabila ketahuan hamil dalam keadaan tidak memiliki suami, tidak memiliki tuan (jika ia seorang budak-red) serta tidak mengklain adanya syubhat dalam kehamilannya.[Majmu’ Fatawa 28/334]

Beliau rahimahullah pun menyatakan : “Inilah yang diriwayatkan dari para khulafâ’ rasyidin dan ia lebih pas dengan pokok kaedah syari’at.[Majmu’ Fatawa 28/334]

Dalil beliau rahimahullah dan juga madzhab Malikiyah adalah pernyataan Umar bin Khatthab Radhiyallahu 'anhu dalam khutbahnya :

وَ ِإِنَّ الرَّجْمَ حَقٌّ ثَابِتٌ فِيْ كِتَابِ اللهِ عَلَى مَنْ زَنَا إِذَا أَحْصَنَ إِذَا قَامَتِ الْبَيِّنَةُ أَوْ كَانَ الْحَبَل أَوْ الإِعْتِرَاف.

"Sungguh rajam adalah benar dan ada dalam kitab Allah atas orang yang berzina apabila telah pernah menikah (al-Muhshaan), bila tegak padanya persaksian atau kehamilan atau pengakuan sendiri" [HR al-Bukhaari dalam kitab al-Hudud, Bab al-I’tiraf biz-Zinaa 1829 dan Muslim dalam kitab al-Hudud no. 1691.].

Jelaslah dari pernyataan Umar bin al-Khatthab Radhiyallahu 'anhu diatas bahwa beliau menjadikan kehamilan sebagai indikasi perzinahan dan tidak ada seorang sahabatpun waktu itu yang mengingkarinya.

al-Hâfidz Ibnu Hajar rahimahullah mengomentari riwayat Umar Radhiyallahu 'anhu diatas dengan menyatakan: (Dalam pernyataan Umar diatas) ada pernyataan bahwa wanita apabila didapati dalam keadaan hamil tanpa suami dan juga tidak memiliki tuan, maka wajib ditegakkan padanya hukuman zina kecuali bila dipastikan adanya keterangan lain tentang kehamilannya atau akibat diperkosa.[Fathu al-Baari 12/160]
Dengan melihat syarat-syarat dan ketentuan yang sedemikian sulit, jika memang ternyata seseorang dijatuhkan hukuman rajam karena syarat-syarat tersebut terpenuhi, jelas sekali pelaku zina benar-benar keterlaluan dalam perbuatan bejatnya sehingga hukuman itu serasa memang layak baginya. Jika orang seperti itu dibiarkan begitu saja, ia akan mengancam kehormatan dan moral masyarakat sekitarnya. Meski ia dijatuhi hukuman berat rajam, Islam tetap mengajarkan kehormatan kepada kita untuknya. Misalnya sebelum dirajam, ia diminta untuk melakukan mandi mayat dengan menggunakan air sidir, air kapur dan air murni. Setelah itu memakai kafan, dan lain sebagainya selayaknya mayat yang akan dikuburkan. Baru setelah itu dirajam.

1. Masalah menjaga kehormatan keluarga adalah masalah fitrah manusia, bahkan sebagian hewan pun sangat menjaga kehormatan itu. Jika seorang yang telah berisri atau bersuami melakukan zina dan tidak dijatuhi hukuman, akibatnya akan sangat buruk sekali dan berdampak kepada masyarakat sekitarnya. Salah satu contohnya, jika seseorang mendapati istrinya berzina dengan lelaki lain, suaminya pasti sangat marah dan amarah tersebut bisa menyulut pertengkaran, dan bahkan pembunuhan, atau lebih besar lagi, bisa menyulut api perang kaum! Oleh karena itu, demi mencegah keburukan yang lebih besar, pelaku zina tersebut harus dijatuhi hukuman.
2. Agar keburukan seseorang tidak menular kepada selainnya. Jika perbuatan itu tidak disikapi dengan dijatuhkannya hukuman, maka orang lain pun sedikit demi sedikit akan tertarik untuk melakukannya pula.
3. Dengan hukum rajam, keamanan masyarakat akan terjaga.
4. Dengan hukum rajam, hukuman yang akan ditimpakan kepada pezina di akhirat menjadi lebih ringan. Artinya hukuman rajam adalah rahmat bagi pelaku dosa di dunia ini.
5. Hukum rajam dapat menjadi pelajaran bagi orang lain.
Zina seorang yang sudah bersuami atau beristri adalah melanggar hak orang lain dan menodai kehormatan manusia. Al Qur’an menyebut perbuatan itu sebagai perbuatan pelacur. Ungkapa itu menjelaskan begitu buruknya perbuatan zina. Islam memberikan hukuman berat seperti itu agar memberikan dampak pada setiap individu dalam sebuah masyarakat sehingga tak satu pun berani melakukannya. Sebagaimana penyakit, jika satu anggota tubuh terkena penyakit berbahaya yang bisa menyebar, kesehatan anggota tubuh lainnya menjadi terancam. Maka tidak ada lagi selain mengamputasi anggota tubuh yang tak tertolong itu.

Tentang Qishas, atau Hukuman nyawa dibalas nyawa, tangan dibalas dengan tangan, kaki dibalas dengan kaki, mata di balas dengan mata. Justru hukuman ini adalah hukuman yang sangat meninggikan derajat kemanusiaan. Karena jiwa manusia, harta, kehormatan manusia sangat tinggi nilainya. Dengan adanya penerapan hukum seperti itu, niscaya akan menjaga kehidupan manusia itu sendiri. tidak ada seorang pun yang berani melukai orang lain, Sebab jika ia melukai orang lain niscaya ia juga akan dilukai dengan sama. Seseorang akan berpikir jutaan kali untuk melukai orang lain, apalagi menghilangkan nyawa orang lain, sebab jika ia menghilangkan nyawa orang lain, ia sudah sadar dan tahu bahwa dirinya juga akan dihilangkan nyawanya. Kita bisa melihat penerapan hukum ini dinegara Saudi misalnya, Kejahatan yang berupa penganiayaan disana jarang terjadi. Apalagi kejahatan yang berupa pembunuhan. Sangat jarang terjadi. Dan justru dengan tidak adanya pembunuhan menunjukan betapa tingginya nilai kemanusiaan, betapa baiknya hukum Islam itu sendiri. Bandingkan dengan Hukum Indonesia yang sekarang, pembunuhan terjadi hampir setiap hari di seluruh Indonesia. Negara Yang katanya menjunjung Tinggi kemanusiaan seperti Amerika, pembunuhan terjadi dalam hampir tiap jam, bahkan mungkin dalam hitungan menit. Nah sekarang hukum manakah yang faktanya lebih menjunjung tinggi kemanusiaan, menjaga harkat dan martabat manusia itu sendiri? jawabannya adalah tentu dan pasti adalah hukum Syariah Islam.

Apakah Yesus mengajarkan Hukum Kasih?
Pertanyaan ini saya kembalikan kepada staff IDI yang selalu menggembar-gemborkan Yesus mengajarkan ajaran kasih? apakah itu benar?

Lukas
19:27 Akan tetapi semua seteruku ini, yang tidak suka aku menjadi rajanya, bawalah mereka ke mari dan BUNUHLAH mereka di depan mataku.”

[Lukas 12: 49 dan 51] “Aku datang untuk MELEMPARKAN API ke bumi dan betapakah aku harapkan, api itu telah menyala! Kamu menyangka bahwa aku datang untuk MEMBAWA DAMAI di atas bumi? Bukan, kataku kepadamu, BUKAN DAMAI, melainkan PERTENTANGAN”.

[Matius 10:34] “JANGAN kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk MEMBAWA DAMAI di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan PEDANG.

[Matius 10:35] Sebab Aku datang untuk MEMISAHKAN orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya,

Pernyataan-pernyataan Yesus di atas sudah menegaskan dan menyatakan secara nyata bahwa Yesus tidak mengajarkan kedamaian, tapi pedang dan pertentangan yang artinya Yesus tidak mengajarkan ajaran Kasih. Ajaran Kasih yang selama ini digembar-gemborkan hanyalah pepesan kosong. Hanyalah kebohongan semata.


Name

Aksi Bela Islam,1,Al-Qur'an,15,Alkitab,15,Allah,3,Baka,1,Berita,3,Buktidansaksi.com,1,Dialog,22,Facebook,6,Fir'aun,1,Hijab,1,Ibadah,1,IsadanAlfatihah.com,1,IsadanAlquran.com,7,Isadanislam.com,4,Islam Menjawab,77,Ismael,1,Kristologi,42,Mekah,1,Muallaf,16,Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi Wa sallam,6,Natal,1,News,8,Paulus,4,Perbudakan,1,Safiyyah,1,Saulus,1,Sejarah,5,Twitter,1,Wanita,1,Yesus,9,
ltr
item
Dialog Damai Islam Kristen: Tanggapan Untuk Isadanalqurandotcom Pantaskah Syariah Islam Diterapkan Di Semua Masyarakat?
Tanggapan Untuk Isadanalqurandotcom Pantaskah Syariah Islam Diterapkan Di Semua Masyarakat?
Dialog Damai Islam Kristen
https://dialog-islamkristen.blogspot.com/2015/10/tanggapan-untuk-isadanalqurandotcom.html
https://dialog-islamkristen.blogspot.com/
http://dialog-islamkristen.blogspot.com/
http://dialog-islamkristen.blogspot.com/2015/10/tanggapan-untuk-isadanalqurandotcom.html
true
8266884068813015914
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy